Oleh: museumku | 15 Oktober 2017

Museum Sandi, Satu-satunya Museum Kriptografi di Indonesia

Nila-01Bangunan Museum Sandi

Di banyak negara museum bertema persandian atau kriptogtafi hanya berjumlah sedikit. Salah satunya berada di Jalan Faridan M. Noto No. 21 Kawasan Kota Baru, Yogyakarta. Tepat di Hari Museum Indonesia 12 Oktober lalu, saya mengunjungi Museum Sandi. Museum tersebut menempati sebuah gedung dua lantai bergaya kolonial yang terlihat masih asli dan terawat. Di halaman depan, ada papan keterangan status gedung ini sebagai bangunan cagar budaya. Sebelum menjadi lokasi Museum Sandi, gedung ini pernah digunakan oleh Badan Perpustakaan Daerah.

Gedung ini sempat difungsikan juga sebagai kantor Kementerian Luar Negeri RI pada 1947-1948. Hal ini terlihat pada prasasti Departemen Luar Negeri tahun 1995 yang ditandatangani Menteri Luar Negeri Ali Alatas S.H di dinding sebelah kiri pintu utama. Meskipun sebagian huruf di prasasti itu agak pudar, tapi masih terbaca.


Gratis

Melewati pintu utama, dua orang petugas museum menyambut saya dengan ramah di lobi. Untuk melihat koleksi museum, pengunjung tidak dipungut biaya masuk alias gratis. Hanya diminta mengisi formulir digital di layar sentuh dan buku tamu. Kemudian petugas memberi cenderamata berupa sandi geser berukuran kecil terbuat dari karton.

Di lobi terdapat prasasti peresmian Museum Sandi bertanggal 29 Januari 2014 yang ditandatangani oleh Kepala Lembaga Sandi Negara Mayjen. TNI Dr. Djoko Setiadi M.Si dan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X. Museum Sandi sebenarnya sudah berdiri sejak 2008. Semula menempati aula lantai dasar Museum Perjuangan Yogyakarta. Pada 2014 itu berpindah lokasi ke gedung baru.

Nila-gabung-1

Sebagian ruang koleksi yang ada di Museum Sandi

Pendirian Museum Sandi diprakarsai oleh Kepala Lembaga Sandi Negara (LEMSANEG) RI Mayjen. TNI Nachrowi Ramli dan Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X pada 2006. Dua tahun kemudian, pada 29 Juli 2008 museum ini berdiri.


Gambaran umum

Setelah mengisi buku tamu, saya dipersilakan masuk ke ruang pertama, Ruang Intro. Di ruang ini pengunjung diperkenalkan gambaran umum dunia persandian atau kriptografi lewat pemutaran video berdurasi sekitar sepuluh menit. Di sudut ruangan ada poster denah ruang dan alur museum untuk memudahkan pengunjung mengelilingi museum. Di poster itu terlihat ada sembilan ruang pamer; enam di lantai 1 dan tiga di lantai 2.

Selesai menonton video, saya masuk ke ruang berikutnya, Ruang Klasik. Ruang ini sangat menarik. Di sini pengunjung dapat mengetahui metode persandian yang pernah digunakan oleh berbagai bangsa lintas abad lewat koleksi museum. Ada replika tablet Cuneiform peninggalan Bangsa Sumeria dari sekitar 4.000 S.M. Cuneiform merupakan tulisan tertua sepanjang sejarah peradaban manusia. Pertama kali ditemukan di kota kuno Uruk. Inskripsi yang dibuat dengan paku pada wadah dari tanah liat basah ini, terlihat seperti gambar. Namun sebenarnya melambangkan kata-kata, yang baru bisa diartikan pada abad ke-19 Masehi.

Nila-gabung-2

Beberapa koleksi Museum Sandi

Selain itu dipajang Caesar Ciphe atau sandi geser. Sandi ini digunakan pertama kali oleh Raja Romawi, Julius Caesar, pada 100-44 S.M. Termasuk salah satu metode persandian paling sederhana dan paling terkenal. Di ruang ini, pengunjung bisa praktek memecahkan sandi geser menggunakan cenderamata tadi dengan arahan pemandu.

Display yang paling menarik perhatian saya ada di pojok ruangan, berupa patung manusia setengah dada. Mas Sasmito Utomo, pemandu museum yang mendampingi saya, menjelaskan secara detail tentang metode persandian dengan tato. Di kulit kepala patung yang tertutup wig ternyata ada tato bertuliskan “Attack on July”. Metode ini digunakan oleh Kaisar Persia Histiaeus pada abad ke-6 S.M untuk mengirim pesan berisi strategi perang kepada komandan perang Aristagoras di Melitus. Histiaeus menulis pesan dalam bentuk tato di kulit kepala pengirim pesan/messenger yang sudah digunduli, setelah rambutnya tumbuh pesan rahasia otomatis tertutupi. Histiaeus lalu mengutus messenger itu ke Aristagoras untuk menyampaikan pesan rahasia. Aristagoras dapat membaca pesan itu setelah menggunduli rambut si pengirim pesan.


Dinas Kode

Puas menggali informasi di ruang klasik saya beranjak ke ruang agresi I. Saya didampingi pemandu lain, Mbak Pangga Istyawati. Lewat diorama, tulisan di beberapa poster dan dokumen di dinding ruangan, pengunjung disuguhkan sejarah singkat berdirinya Dinas Kode yang kini dikenal dengan Lembaga Sandi Negara. Diorama memeragakan Menteri Pertahanan Amir Syarifuddin sedang memberikan mandat kepada Letkol. dr. Roebiono Kertopati untuk membentuk badan pemberitaan rahasia yang disebut Dinas Kode. Pemberian mandat bersejarah ini terjadi pada 4 April 1946. Dipajang juga replika buku kode karya Bapak Persandian Indonesia dr. Roebiono Kertopati yang disusun tahun 1948. Buku sistem ini digunakan dalam hubungan komunikasi rahasia antara pemerintah RI di Yogyakarta dan pemimpin nasional di wilayah lainnya.

Mengikuti petunjuk berupa gambar jejak kaki di lantai, saya masuk ke ruang berikutnya yaitu Ruang Dukuh. Di sini dipamerkan replika Rumah Sandi Dukuh dan diorama para Code Officer (CDO) sedang membuat sandi di dalamnya. Rumah Sandi Dukuh adalah rumah bersejarah yang pernah digunakan sebagai Kantor Dinas Kode Staf Angkatan Perang selama Agresi Militer Belanda II tahun 1948-1949.

Nila-gabung-3

Museum Sandi pernah mendapatkan Museum Awards pada 2016

Pada Agresi Militer Belanda II ke Yogyakarta tahun 1948, petugas sandi bergerilya dan masuk ke Dusun Dukuh Kulon Progo untuk tetap dapat menjalankan misi persandian. Di ruang berikutnya, ruang agresi II ini dipajang seperangkat meja dan kursi asli yang pernah digunakan sebagai sarana kerja para pembuat sandi di Dusun Dukuh. Selain itu dipajang replika radio komunikasi berfungsi untuk kirim-terima kode morse buatan tahun 1942 yang digunakan pada masa Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).

Radio komunikasi seberat 40 kg ini dibawa ke mana pun pergi oleh rombongan Kabinet PDRI yang dipimpin oleh Syafruddin Prawiranegara selama bergerilya ke hutan-hutan di Sumatera pada 1948-1949. Lewat radio komunikasi bernilai historis inilah disebarkan berita ke dunia internasional bahwa Pemerintah Indonesia masih tegak dan berdaulat melalui PDRI pasca tertawannya Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta di Yogyakarta.

Selanjutnya saya dan pemandu masuk ke Ruang Nusantara, ruang terakhir di lantai 1. Di sini ditampilkan sejumlah mesin sandi buatan dalam negeri karya putra-putri bangsa Indonesia. Masih di ruangan yang sama, disajikan juga informasi tentang sejarah dan profil Akademi Sandi Negara (AKSARA) dan Sekolah Tinggi Sandi Negara (STSN) lewat diorama dan papan keterangan.


Koleksi unggulan

Menurut informasi dari pemandu, koleksi unggulan museum dipamerkan di ruang berikutnya di lantai 2. Untuk menuju ke sana pengunjung kembali melewati lobi dan naik tangga di pojok kiri lobi. Dinding tangga dihiasi beberapa bingkai foto tokoh-tokoh dan kegiatan persandian tempo dulu. Begitu sampai di lantai 2, mata saya langsung tertuju pada peta lama kawasan Kota Baru di zaman kolonial. Pada peta itu gedung Museum Sandi sekarang berada di persimpangan antara Sultans Boulevard (kini Jalan I Dewa Nyoman Oka), Kroonprins Laan (kini Jalan Faridan M. Noto), dan Soembing Laan (kini Jalan Sabirin).

Nila-14

Penulis bersama Kepala Museum Sandi Ibu Mutiara Zuhro

Ruang pamer pertama di lantai 2 yaitu Ruang Tokoh. Di sana dipajang patung dan memorabilia enam Ketua Lembaga Sandi Negara sejak awal berdirinya tahun 1946 hingga yang masih menjabat sekarang.

Koleksi unggulan Museum Sandi berada di ruang selanjutnya, yaitu Ruang Sandi Global. Koleksi unggulan berupa dua unit mesin sandi yang terbilang langka. Pertama, mesin sandi BC-543 buatan Swedia diproduksi mulai tahun 1930-an pernah digunakan oleh Belanda. Mesin ini diserahkan oleh pihak intelijen Belanda NEFIS setelah penyerahan kedaulatan RI oleh Belanda tahun 1949. Koleksi unggulan lainnya mesin sandi KLB-7 buatan National Security Agency (NSA) produksi tahun 1940 pernah digunakan oleh Fretilin di Timor. Perwira Sandi ABRI berhasil merampas satu unit mesin itu pada Perang Timor Timur 1977.

Di tengah ruangan, berdiri replika Monumen Sanapati. Versi asli monumen tersebut berlokasi tidak jauh dari Museum Sandi, tepatnya di persimpangan antara Jalan Abu Bakar Ali dan Jalan I Dewa Nyoman Oka depan Gereja Katolik Santo Antonius Kota Baru. Monumen Sanapati yang diresmikan oleh Menteri Sekretaris Negara Moerdiono pada 4 April 1996 adalah tanda peringatan 50 tahun persandian Indonesia.

Di ruang terakhir, Ruang Edukasi, pengunjung dewasa maupun anak-anak dapat mengakses menu permainan edukatif tentang persandian dari perangkat komputer yang disediakan.


Berbincang

Selesai berkeliling museum, saya berkesempatan menemui Kepala Museum Sandi Ibu Mutiara Zuhro untuk berbincang santai tentang museum. Ibu Zuhro memperlihatkan grafik jumlah pengunjung museum. Sejak awal tahun 2017 hingga Oktober ini, pengunjung mencapai lebih dari 25.000 orang. Berarti terjadi peningkatan signifikan dibandingkan jumlah pengunjung di tahun 2016 sebanyak 11.835 orang. Peningkatan jumlah pengunjung ini kemungkinan besar karena sosialisasi cukup gencar yang dilakukan pihak museum di berbagai media, baik media cetak, media elektronik hingga sosial media.

Museum Sandi ikut serta di berbagai pameran museum di antaranya Pameran Koleksi Unggulan Museum DIY dan Nusantara di Atrium Jogja City Mall bulan Mei lalu. Selain itu giat mengadakan event yang melibatkan masyarakat dan komunitas. Pada perayaan ulang tahun Museum Sandi ke-9 29 Juli lalu diadakan acara sepeda santai “Fun Bike Bersama Sahabat Museum Sandi” dan acara mencari harta karun “Treasure Hunt of Code” satu hari sebelumnya.

Selain fasilitas ruang pamer di gedung utama, museum ini dilengkapi beberapa fasilitas lain. Ada aula yang cukup luas di samping gedung dekat area parkir. Di dinding aula masih menempel spanduk besar event Jogjatopia Jogja Street Sculpture Project (JSPP) 2017. Upacara pembukaan Jogjatopia berlangsung 10 Oktober lalu di halaman depan Museum Sandi. Pengunjung dapat duduk santai di pendopo kayu kecil sambil melihat indahnya taman depan yang terawat dengan baik. Menyatu dengan taman depan ada landmark museum, salah satu spot bagus untuk mengambil gambar. Museum ini juga dilengkapi perpustakaan di samping gedung utama. Tapi sayang saat saya ke sana perpustakaan sedang ditutup. Teras gedung perpustakaan tersebut dimanfaatkan untuk ruang komunitas. Di halaman sampingnya ada taman yang rindang dengan beberapa bangku taman.

Museum Sandi di Yogyakarta adalah satu-satunya museum persandian di Indonesia. Museum ini pernah meraih Anugerah Purwakalagrha atau Museum Awards 2016 Kategori Smart Museum. Dengan berkunjung ke museum ini, pengunjung dapat berekreasi sekaligus menambah pengetahuan tentang dunia persandian dan kontribusinya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Generasi penerus bangsa perlu menggali sejarah kemerdekaan bangsanya sendiri untuk meningkatkan semangat nasionalisme dan patriotisme seperti yang dimiliki para pejuang kemerdekaan.

Persandian sungguh tidak bisa dipandang sebelah mata. Sangat penting dalam usaha menjaga pertahanan negara. Misi persandian membutuhkan dedikasi tinggi para perwira sandi seperti kutipan Bapak Persandian Indonesia dr. Roebiono Kertopati yang diabadikan di dua batu di museum: “Ingatlah bahwa kechilafan satu orang sahaja tjukup sudah menyebabkan keruntuhan negara.”***

Penulis: Sri Nila Kanti, Yogyakarta
Foto-foto: Sri Nila Kanti


Tanggapan

  1. […] banyak negara, museum bertema persandian atau kriptogtafi hanya berjumlah sedikit. Museum Sandi tersebut menempati sebuah gedung dua lantai bergaya kolonial yang terlihat masih asli dan terawat. […]


Tinggalkan komentar

Kategori