Oleh: museumku | 30 Maret 2016

Saatnya Koleksi Museum Terpromosikan ke Publik

Arab-01KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Warga antre mendapatkan kupon untuk ditukarkan dengan Al Quran saat berlangsung Pekan Kebudayaan Arab Saudi di Museum Nasional, Jakarta, Selasa (29/3). Pekan budaya yang digelar hingga 30 Maret ini bertujuan mengenalkan budaya Arab kepada khalayak Indonesia lewat berbagai kegiatan, seperti pameran kaligrafi, musik, dan tari.

Museum-museum makin kreatif dalam mempromosikan diri untuk menarik pengunjung. Beragam acara digelar di museum, seperti seminar, pentas teater dan musik, serta pameran-pameran.

Sayangnya, museum justru masih kurang dalam pengelolaan koleksinya sendiri. Saatnya antusiasme khalayak itu dikelola untuk mempromosikan koleksinya.

Pengamat museum dan cagar budaya Djulianto Susantio mencermati maraknya museum-museum di beberapa daerah terjadi karena pengunjung tertarik pada acara yang digelar di museum dan bukan koleksi museumnya. Jumlah pengunjung selalu meningkat ketika ada kegiatan, apalagi jika berskala nasional.

“Tapi, apakah mereka yang berkunjung itu lalu melihat koleksi? Museum itu jantungnya, ya, koleksi. Kegiatan itu bagian dari promosi, tapi lebih utama adalah mengelola koleksi. Saya pernah menyentil museum-museum. Kalau hanya mau meningkatkan jumlah kunjungan, undang saja penyanyi dangdut, pasti ramai museumnya. Jumlah kunjungan berlipat-lipat,” ucap Djulianto, Selasa (29/3), di Jakarta.

Saat ini di Museum Nasional Indonesia atau Museum Gajah sedang digelar Pekan Kebudayaan ?Arab Saudi yang di antaranya menampilkan miniatur Masjidil Haram, Masjid Nabawi, folklor dan tarian tradisional, kerajinan gerabah, serta kuliner khas. Pengunjung mendapatkan air zamzam dan suvenir serta bisa mencicipi kuliner gratis di acara yang digelar 27-30 Maret ini. Pengunjung tumplek blek, seperti terlihat pada Selasa. Sejumlah pengunjung memilih untuk pulang setelah melihat keriuhan museum.

Kepala Bidang Promosi dan Kemitraan Museum Nasional Dedah Rufaedah Sri Handari mengatakan, kegiatan ini merupakan wujud kerja sama museum dengan Kedutaan Arab Saudi. Museum menyediakan tempat secara gratis dengan harapan pengunjung tertarik untuk datang ke museum, bahkan mereka yang belum pernah berkunjung.

“Acara ini yang mempromosikan, ya, masyarakat sendiri. Mereka saling memberi tahu, ada juga yang menelepon dan bertanya. Ada? 90-an artis dari Arab datang. Harapan kami, pengunjung juga melihat museum melalui acara ini,” kata Dedah.


Merancang strategi

Menurut Djulianto, museum seharusnya merancang strategi agar koleksi-koleksi juga bisa dilihat saat ada kegiatan. Hanya pengelola museum yang mengetahui caranya karena merekalah yang hafal setiap lekuk ruangan dan kecenderungan pengunjung melintasi ruang-ruang. Sebaiknya kegiatan publik dilaksanakan di ruangan paling ujung, yang membuat pengunjung harus melewati pajangan koleksi museum.

Museum-museum bukannya tidak menyusun strategi. Museum Basuki Abdullah di Jakarta Selatan, misalnya, mengupayakan berbagai cara agar museumnya didatangi. Pada Maret ini, museum tersebut menggelar lokakarya membuat komik strip dan melukis ulang karya-karya seni rupa Basuki. Pengunjung harus melihat koleksi museum yang memang khas terkait dengan sosok perupa Basuki Abdullah. (IVV)

(Sumber: Kompas, Rabu, 30 Maret 2016)


Tinggalkan komentar

Kategori