Oleh: museumku | 31 Oktober 2010

Museum dan Budaya di Samosir juga Indah

MI/Viktor Simanjuntak

Mediaindonesia.com, Minggu, 24 Oktober 2010 – KEINDAHAN Danau Toba dengan Pulau Samosir-nya tak disangkal lagi. Dan jika Anda berwisata ke Pulau Samosir, ada satu lokasi wisata yang harus dikunjungi, Museum Hutabolon, di Desa Simanindo, Kecamatan Simanindo. Di museum itu, Anda bisa melihat kehidupan suku Batak dari dekat, berdasarkan benda-benda peninggalan zaman dahulu kala.

Di sekitar museum itu pandangan mata kita akan langsung menatap pada lima rumah-rumahan di depan areal museum, membelakangi jalan lintas Simanindo-Pangururan, ibukota Kabupaten Samosir.

Ukurannya tidak terlalu besar, sekitar lebar dua meter dengan panjang empat meter yang berjejer rapi. Bangunan tersebut bukannya tempat tinggal orang yang hidup, melainkan kuburan nenek moyang. Ini menunjukkan bahwa suku Batak sangat menghargai dan menjunjung tinggi leluhur mereka.

Di belakang bangunan itu, ada dua rumah adat Batak besar beratap ijuk ditumbuhi tanaman liar. Rumah Batak yang pertama itulah yang merupakan museum, menyimpan koleksi berbagai peninggalan sejarah leluhur suku Batak Toba.

Memasuki museum –ini agak unik– pengunjung harus melewati tangga melalui satu pintu berukuran satu kali satu setengah meter, terletak di bagian tengah. Namun setelah masuk, suasana jadi terasa lebih luas.

Terlihat berbagai macam peninggalan, antara lain Tunggal Panaluan, sejenis tongkat yang biasa dibawa oleh Raja Adat dan dianggap memiliki kekuatan magis dan memunyai ukiran tengkorak manusia dari atas ke bawah.

Di sana juga terlihat berbagai macam ulos, kain tenun khas Batak, pinggan yakni piring yang digunakan raja, sitang atau tempat minum tuak, tulpang alat penghisap candu.

Di ujung museum, tampak gambar silsilah berbagai asal muasal suku Batak. Dalam suku Batak tidak mengenal keturunan pelayanan (hatoban) karena seluruhnya dianggap sebagai keturunan raja. Mungkin hal ini pula yang membuat karakter para keturunan suku Batak khususnya masyarakat di sekitar Danau Toba cenderung keras dan tegas. Terkadang dianggap kurang ramah meski hal tersebut sebenarnya dua hal yang berbeda.

Kembali ke cerita museum, rumah adat kedua tampak jauh lebih sederhana. Bentuknya seperti pendopo, tidak memiliki dinding. Di dalamnya terdapat solu bolon, sebuah perahu besar yang biasa dinaiki oleh raja-raja Batak.

Beberapa langkah dari museum tersebut, tampak sebuah perkampungan tradisional yang disebut Huta, dikelilingi dinding batu setinggi dua meter. Dinding batu itu dahulu kala berfungsi sebagai benteng untuk menghalangi musuh masuk ke dalam kampung dan hanya memiliki satu pintu gerbang. Di bagian dalam perkampungan, berjejer dua rumah adat besar yang berada di sebelah kiri ujung, salah satunya dinamai rumah Bolon.

Di sebelah kanan ujung perkampungan, terdapat lima bangunan disebut Sopo sebagai tempat lumbung padi. Di halaman luas yang berada di antara rumah Bolon dan Sopo itulah yang sekarang menjadi tempat menampilkan tor-tor, tarian tradisional lengkap dengan musik tradisional khas batak berupa kecapi, serunai, alat tiup tradisional ditambah tagading, gendang batak.

Kegiatan ini dilatarbelakangi sejarahnya, halaman tersebut merupakan tempat upacara adat memotong kerbau yang dipercaya sebagai menolak bala. Kerbau dijadikan persembahan penolak bala dan kepalanya akan di ditempatkan di atas atap rumah.

Meski kerbaunya ada, bedanya sekarang ini, upacara pemotongan kerbau bukan dilakukan sebenarnya melainkan sekadar seremoni yang menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung ke lokasi tersebut.

Tari budaya
Desa Simanindo, selain menyimpan peninggalan kekayaan budaya kebendaan juga takbenda. Di situ atraksi budaya tor-tor dan tarian Sigale-gale ditampilkan setiap harinya.

Khusus Senin dan Sabtu, kegiatan digelar dua kali yakni pukul 10.30 dan 11.45, sedangkan Minggu dilakukan hanya pukul 11.45 WIB. “Sepi atau ramai wisatawan, kegiatan ini akan tetap berjalan. Bagi para penari itu merupakan latihan dan bagi pengelola, kegiatan itu sebagai tradisi,” kata Onsan Naibaho, manager Museum Huta Bolon Simanindo itu saat ditemui, baru-baru ini.

Justru di sinilah letak eksotiknya desa budaya Simanindo itu. Setiap hari selalu ada wisatawan yang ingin melihat khazanah budaya Batak. Bahkan wisatawan akan terpuaskan sebab setiap kali show akan menampilkan 11 tor-tor yang berkolaborasi dengan jenis musik tradisional yang disebut gondang.

Di antaranya, Gondang Lae-lae, merupakan tor-tor yang dilakukan dalam rangka memanjatkan doa kepada Yang Kuasa agar kerbau yang akan diikatkan tidak bertingkah jelek sewaktu di giring ke Borotan. Ada kepercayaan orang Batak dahulu bahwa setiap tingkah laku dari kerbau merupakan pertanda sesesuatu yang baik ataupun buruk.

Kemudian gondang Mula-mula, tor-tor doa kepada Sang Kuasa Pencipta langit dan bumi supaya menganugerahkan keturunan membawa kekayaan dan menjauhkan bala dan menyembuhkan segala penyakit.

Kekayaan tari-tarian Batak ini mengingatkan pada jelajah wisata di Bali. Keduanya dimiliki, keindahan Pulau Samosir dan budayanya yang begitu menyatu menawarkan keharmonisan hidup. Cocok bagi Anda yang ingin melepaskan diri dari rutinitas yang membosankan.(M-1)


Tinggalkan komentar

Kategori