Oleh: museumku | 16 September 2010

Asyiknya Rekreasi di Museum Bank Indonesia

Kompas, Senin, 13 Sep 2010 – Apa asyiknya pergi ke museum? Kalau bukan karena tugas dari sekolah atau keperluan penelitian, barangkali tidak terpikir di benak seseorang untuk pergi ke museum. Padahal, museum kini bisa menjadi tempat rekreasi yang menyenangkan.

Liburan Lebaran ini, sempatkanlah mengunjungi Museum Bank Indonesia (MBI) jika ingin mengalami rekreasi yang menyenangkan sekaligus bermanfaat. MBI terletak di Jalan Pintu Besar Utara Nomor 3, Jakarta Barat, tidak jauh dari kawasan Kota Tua. MBI mulai dibuka lagi hari Selasa (14/9) karena Senin merupakan hari ketika museum di seluruh dunia tutup.

“Konsep kami sekarang adalah museum bukan sekadar museum. Di sini ada unsur sejarah, seni, teknologi, dan kesenangan yang dipadukan menjadi satu,” kata Ernawati Jatiningrum dari bagian Program Publik MBI, pekan lalu.

Begitu masuk ke museum, pengunjung akan dibawa ke Ruang Peralihan. Maksud ruangan ini adalah sebagai semacam “pintu” yang mengantar pengunjung meninggalkan dunia di luar museum masuk ke dunia di dalam museum.

Di ruang gelap tersebut, pengunjung bisa menyaksikan salah satu penerapan teknologi oleh MBI. Berbagai macam uang seperti berjatuhan dari atas ke arah pengunjung. Jika uang ditangkap, keluarlah keterangan mengenai uang tersebut.

Perjalanan berlanjut ke Ruang Teater yang memutar film tentang MBI selama sekitar 15 menit. “Jenis filmnya disesuaikan dengan usia pengunjung. Untuk anak-anak, kami menampilkan film kartun yang sesuai dunia mereka. Ada pula untuk segmen remaja dan orang dewasa,” ujar Erna.

Dari Ruang Teater, pengunjung akan mendapati Ruang Sejarah yang berisi sejarah Bank Indonesia yang terbentuk pada tahun 1953. Museum menempati gedung bekas peninggalan De Javasche Bank. Ruangan ini dilengkapi dengan pajangan elektronik, panel statik, televisi plasma, dan diorama agar pengunjung tidak bosan jika hanya mendengar cerita dan melihat gambar.


Uang kuno

Salah satu koleksi menarik di MBI adalah uang yang dipajang di Ruang Numismatik. Berbicara tentang Bank Indonesia tentu tidak bisa dilepaskan dari benda yang satu itu. Di satu ruang pamer yang besar dan modern, terbentanglah perjalanan alat tukar sejak zaman kerajaan hingga masa sekarang ini.

Untuk melihat detailnya, pengunjung bisa menggunakan kaca pembesar yang bisa digerakkan secara vertikal dan horizontal seturut tata letak uang yang dipamerkan. Uang-uang dipamerkan dalam semacam kotak kaca dilengkapi keterangan tentang uang tersebut.

Perjalanan dimulai dengan uang Ma (emas) pada zaman Kerajaan Jenggala di abad XII yang digunakan di sekitar Jawa Timur. Uang itu muncul setelah masa barter atau pertukaran barang dan masa uang barter. Ada pula mata uang Ma (emas 1,2 gram) zaman Kerajaan Mataram Hindu pada abad IX-XII.

Salah satu uang kuno yang menarik adalah uang kampua atau bida yang terbuat dari kain tenun yang ditenun oleh putri-putri raja zaman Kerajaan Buton. “Cara menilainya diukur dengan empat ruas jari sepanjang telapak tangan menteri besar yang menjabat kala itu. Kain tenun selebar empat ruas jari itu nilainya sama dengan sebutir telur,” kata pemandu museum.

Perjalanan uang berlanjut ke zaman revolusi kemerdekaan, yaitu zaman pendudukan Jepang, dengan mata uang dai nippon teikoku seihu. Lalu ada uang pertama negara ini yang disebut ORI (Oeang Republik Indonesia).

Ada pula yang disebut uang gunting Sjafrudin, yaitu uang yang digunting menjadi dua. Bagian kanan untuk obligasi, sedangkan bagian kiri untuk pembayaran dengan nilai setengah dari di nominal uang.

Baru kemudian muncul uang BI pada 1 Juli 1953. Setelah mendapat kewenangan penuh untuk mengedarkan uang pada tahun 1968, mulailah muncul mata uang seperti yang kita gunakan sekarang dengan berbagai seri, nominal, bentuk, dan gambar yang beberapa kali mengalami perubahan.


Kolektor

Dipamerkan pula koleksi uang untuk para kolektor, seperti uang bersambung (uncut banknotes), uang khusus peringatan (commemorative money) yang terbuat dari emas atau perak dengan nilai terbesar yang pernah dibuat Rp 850.000, dan uang plano yang berbentuk lembaran besar siap potong terdiri atas 50 lembar uang.

Tak ketinggalan ialah mata uang dari sejumlah negara di dunia, mulai Benua Amerika, Eropa, Asia, hingga Afrika. Uang dipamerkan dalam semacam lemari yang bisa ditarik keluar.

Dari Ruang Numismatik, pengunjung bisa menuju ke Ruang Emas. Di ruangan tersebut dipamerkan tumpukan emas dengan berat masing-masing 13,5 kg. Emas menjadi simbol kekayaan negara. Pengunjung bisa bermain mengangkat salah satu emas yang memang dipajang untuk simulasi.

“Banyak yang bisa dipelajari di sini. Penataannya pun terhitung modern, tidak membosankan. Dengan begitu, anggapan museum hanya berisi patung-patung tua akan terhapus,” kata Sonny Sutanto, dosen arsitektur Universitas Indonesia.

Kamis siang pekan lalu, Sonny membawa rombongan keluarga untuk berkunjung ke MBI. Anak-anak kecil dan orangtua mereka terlihat menikmati setiap koleksi yang dipajang di MBI.

Anda tertarik turut dalam pengalaman itu? Cobalah untuk mengunjunginya. (FRO)


Tinggalkan komentar

Kategori