Oleh: museumku | 1 Februari 2012

Konsep Penyajian Museum (Bagian 1)

Tim Penulis:

• Yunus Arbi
• Kresno Yulianto
• R. Tjahjopurnomo
• M Ridwan Abdulroni Kosim
• Osrifoel Oesman
• Sukasno


SAMBUTAN

Indonesia Sudah dari awal kemerdekaan pemerintah telah menempatkan museum sebagai salah satu institusi penting dalam pembangunan kebudayaan bangsa. Museum didirikan untuk kepentingan pelestarian warisan budaya dalam rangka pembinaan dan pengembangan kebudayaan bangsa, dan juga sebagai sarana pendidikan nonformal. Oleh karena itu, pemerintah menganggap bahwa museum menjadi urusan yang perlu ditangani pembinaan, pengarahan, dan pengembangannya dalam rangka pelaksanaan kebijakan politik di bidang kebudayaan.

Memaknai dan menyikapi amanat seperti tersebut di atas, pemerintah menetapkan Program Prioritas Nasional melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan khususnya Prioritas 11: Kebudayaan, Kreativitas, dan Inovasi Teknologi. Program pada Prioritas 11 tersebut adalah pengelolaan kekayaan budaya/kepurbakalaan yang salah satu aktivitasnya adalah Revitalisasi Museum. Berdasarkan hal tersebut, Revitalisasi Museum menjadi salah satu Program Unggulan yang tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata 2010-2014.

Revitalisasi Museum merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas museum dalam melayani masyarakat sesuai dengan fungsi museum. Pada pelaksanaannya, revitalisasi ini mengacu pada tiga pilar kebijakan permuseuman, yaitu mencerdaskan bangsa, memperkuat kepribadian bangsa, ketahanan nasional dan wawasan nusantara. Revitalisasi Museum terdiri atas enam aspek, yaitu fisik, manajemen, jejaring, program, kebijakan, dan pencitraan. Keenam aspek ini akan diimplementasikan di 87 museum bekerja sama dengan pemerintah daerah. Revitaliasi Museum tahun 2011 difokuskan pada aspek fisik yang ditujukan bagi 30 museum swasta dan negeri melalui mekanisme Tugas Pembantuan.

Buku Konsep Penyajian Museum ini berisi langkah-langkah penyusunan gagasan tata ruang pameran tetap di museum, konsep tata pamer yang kreatif, dan konsep rancangan desain ruang museum. Buku ini bisa menjadi acuan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi bagi museum yang direvitalisasi, sehingga pelaksanaan Revitalisasi Museum aspek fisik dapat berdaya guna dan berhasil guna.

Ir. Aurora F. R. Tambunan M.Si
Direktur Jenderal Sejarah dan Purbakala
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata



Bab I Pendahuluan

“A museum introduces people to our world by examining how we see, hear and feel. Perception is the basis for what each of us finds out about the world and how we interpret it — whether we do it directly with our eyes or use helpful tools.” (Frank Oppenheimer, The Exploration)


1.1. Latar Belakang

Direktorat Museum memiliki tugas untuk melaksanakan penyiapan rumusan kebijakan, standar, norma, kriteria, dan prosedur serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang permuseuman. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Museum menyelenggarakan fungsi yang salah satunya adalah pelaksanaan dan penyiapan bahan rumusan kebijakan di bidang permuseuman serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang registrasi, pengamanan dan pengendalian, pemeliharan dan perawatan, serta penyajian dan kerja sama permuseuman. Terkait dengan tugas dan fungsi tersebut, maka dalam rangka menunjang program Revitalisasi Museum yang tengah berlangsung saat ini, Direktorat Museum perlu membuat konsep penyajian museum, khususnya tata pamer tetap yang merupakan medium utama museum dalam berkomunikasi dengan pengunjung. Revitalisasi museum telah ditetapkan sebagai salah satu program prioritas melalui Instruksi Presiden No.1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010.

Revitalisasi museum pada dasarnya adalah program yang berupaya untuk meningkatkan kualitas museum dalam melayani masyarakat sesuai dengan fungsi museum yang sebenarnya. Pada gilirannya museum diharapkan dapat menjadi tempat yang dirasakan sebagai kebutuhan masyarakat untuk dikunjungi. Dalam Revitalisasi MUSEUM INDONESIA 2010 – 2014 ini dicantumkan enam aspek museum yang sudah waktunya dilakukan perubahan yaitu

  1. aspek fisik yang meliputi penataan eksterior, penataan interior, dan fasilitas utama
  2. aspek manajemen yang meliputi manajemen sumberdaya manusia, manajemen koleksi, manajemen layanan pengunjung, dan manajemen keuangan
  3. aspek program yang meliputi program di dalam museum (in house) dan program di luar museum (outreach),
  4. jaringan, yang meliputi pemberdayaan masyarakat dan kemitraan dalam dan luar negeri,
  5. kebijakan yang memuat penyusunan Norma Standar dan Pedoman Kriteria, dan Pencitraan Kampanye Gerakan Nasional Cinta Museum, Publikasi cetak dan elektronik, dan pelayanan pengunjung.

Melalui keenam aspek inilah museum-museum yang akan direvitalisasi diharapkan dapat meningkatkan pelayanan museum dalam menghadapi pemangku kepentingan yang setiap saat dapat berubah dari masa ke masa.

Salah satu sasaran program revitalisasi museum ini adalah penataan kembali penyajian koleksi pada ruang tata pamer museum-museum di indonesia yang secara bertahap dilakukan sejak tahun 2010 sampai dengan 2014. Untuk tahun 2011 jumlah museum yang akan direvitalisasi pada aspek fisiknya terutama pada tata pamer yang ada di 30 museum. Museum-museum yang akan direvitalisasi tata pamernya pada tahun 2011 ini telah mengajukan usulan pra rancangan secara umum pada tahun 2010. Di dalam revitalisasi museum ini, tidak saja faktor estetis maupun kenyamanan pengunjung saja yang dipentingkan, tetapi kualitas informasi yang lebih diutamakan. Oleh karena itu, diperlukan pula upaya peningkatan mutu sajian informasi pada museum-museum tersebut. Banyak museum cenderung menampilkan hampir semua koleksinya padahal belum tentu informasi yang disampaikan koleksi tersebut sudah sesuai dengan visi dan misi museum. Untuk menjaga agar kualitas informasi koleksi itu bermakna bagi pengunjung, maka idealnya setiap koleksi memerlukan kajian terlebih dahulu sebelum disajikan di ruang tata pamer.

Terdapat dua pertimbangan mengapa konsep penyajian museum perlu dirumuskan secara cermat.

Pertama, karena koleksi museum pada dasarnya merupakan warisan budaya. Bagaimana pun warisan budaya merupakan landasan operasional bagi proses penanaman rasa patriotisme yang harus diwariskan dari generasi ke generasi. Warisan budaya pada hakikatnya merupakan landasan untuk membangun sesuatu wacana khusus seperti misalnya identitas. Penyampaian identitas ini bertujuan agar masyarakat sadar akan identitasnya atau memperkuat identitas yang telah disadarinya, sehingga pada gilirannya dapat membangkitkan keyakinan bahwa mereka memiliki potensi untuk mampu mengembangkan diri.

Pertimbangan kedua adalah telah bergesernya orientasi layanan museum yang bermula object oriented kini people oriented. Oleh karenan itu jika sebelumnya para kurator telah menyajikan koleksinya kepada pengunjung, namun tujuan penyajiannya hanyalah menyampaikan informasi, dalam arti bahwa koleksi disajikan menurut sudut pandang bidang ilmu kurator. Sebagai akibatnya maka koleksi pun diklasifikasikan berdasarkan bidang ilmu sehingga terkelompok menjadi koleksi etnografi, arkeologi dan seterusnya, yang dikelola oleh ahli antroplogi atau ahli arkeologi sebagai kuratornya. Hal ini berarti bahwa para kurator dalam memamerkan koleksinya belum memberikan makna terhadap apa yang disajikannya, sehingga pengunjung menjadi tidak memperoleh makna apapun dari kunjungannya ke museum. Atas dasar inilah maka tidak mengherankan apabila museum hanya dikenal sebagai tempat penyimpanan dan pelestarian benda langka.

Sebaliknya apabila konsep penyajian orientasinya telah berubah dari koleksi ke masyarakat maka museum tidak hanya melestarikan dan kemudian memamerkan koleksinya, namun berubah menjadi bagaimana koleksi itu dapat bermakna bagi masyarakat, bagaimana koleksi itu dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat, bagaimana koleksi itu dapat memberi identitas masyarakat, bagaimana masyarakat dapat menemukan kembali akar budayanya. Tidak dipungkiri bahwa dari sejumlah museum yang ada di Indonesia memang terdapat museum yang sajian tata pamernya sudah berorientasi kepada pengunjung, meski ada pula museum yang penyajian koleksinya masih cenderung mengutamakan estetika ketimbang makna koleksi. Bagaimana pun harus disadari bahwa fungsi museum adalah menyampaikan informasi baik beragam sejarah alam maupun budaya yang mampu mengilhami pembentukan identitas budaya untuk memenuhi keinginan masyarakat. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan penyajian itu sendiri maka penyampaian informasi museum ini harus pula memenuhi prinsip-prinsip desain komunikasi visual.

Di samping perubahan sikap dan perlakuan kurator terhadap koleksi, para ahli museologi pun harus mengubah sikap dan pandangannya terhadap pengunjung. Pada masa datang, penelitian terhadap pengunjung ini harus lebih dicermati, misalnya apa obyek koleksi yang akan direspon pengunjung, bagaimana pemaknaan pengunjung terhadap koleksi tersebut, dan apa manfaatnya koleksi bagi pengunjung terutama jika dikaitkan dengan masa kini. Bagaimana pun ekshibisi merupakan media komunikasi yang efektif antara museum dengan pengunjung, dengan asumsi bahwa setiap pengunjung datang ke museum untuk melihat ekshibisi yang diselenggarakan.

Ikatan emosional antara benda koleksi dengan museum, sudah dapat dipastikan sangat erat, namun tidaklah menjadi jamiman dalam penyajiannya di ruang pamer tetap, juga sesuai dengan visi-misi dari museum tersebut. Untuk itu, sangatlah penting bagi manajemen museum khususnya kurator di museum, untuk menguasai dan memahami visi-misi museum, kemudian riwayat atau sejarah dari benda koleksi yang akan dipamerkan serta penguasaan terhadap wawasan sosial yang berkembang pada masanya.

Pemahaman tentang identitas diri museum (corporate museum identity) merupakan bagian terpenting yang harus diketahui oleh pihak managemen museum dan kurator museum. Dengan program revitalisasi museum, tuntutan perkembangan terhadap museum tidak bisa dihindari, hal ini menuntut pihak museum untuk melibatkan pihak lain dalam peran serta membangun museum. Seperti telah disampaikan dalam paparan diatas, salah satu program revitalisasi museum adalah renovasi ruang pamer tetap museum. Dalam hal ini jelas bahwa museum akan melibatkan pihak lain dalam membantu proses pembangunannya. Untuk itu manajemen museum dan kurator museum dituntut untuk memahami identitas museum dan barang koleksi agar mampu menjelaskan juga memberikan wawasan kepada pihak lain tentang tata ruang pamer tetap sekaligus konsep penyajian benda koleksi yang akan di pamerkan.


1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud dari penyusunan konsep penyajian museum ini adalah :

  1. Memberikan arahan dan acuan kerja dalam pelaksanakan revitalisasi fisik museum terutama dalam penyempurnaan tata pamerannya.
  2. Mendorong museum-museum daerah agar mampu melaksanakan kegiatan peningkatan kualitas informasi pada pameran tetapnya yang sesuai dengan tujuan dan fungsi informasi koleksi bagi pengunjung pada masa kini dan mendatang.

Dalam konteks program revitalisasi museum di Indonesia, salah satu aspek utamanya adalah peningkatan kualitas penyajian informasi melalui strategi komunikasi visual. Melalui peningkatan ini diharapkan pameran tetapnya dapat berlangsung secara optimal, penampilannya dapat dipertanggungjawabkan dengan baik, dan berhasil dipahami publik. Pameran di museum dapat dikatakan sukses apabila telah berhasil mencapai tujuan yang diemban museum tersebut, dan setidaknya telah melakukan beberapa hal berikut, yaitu:

  1. Menampilkan objek yang tampak nyata dan hidup.
  2. Langsung mengena pada sasaran yang dimaksud.
  3. Dapat dipahami oleh berbagai kalangan.
  4. Dapat dikenang (memorable).
  5. Menggunakan teknik penyampaian modern sehingga memudahkan pemahaman pengunjung.
  6. Menyertakan display yang komprehensif untuk menjelaskan suatu objek.

Sasaran dari kegiatan ini menyiapkan acuan atau pedoman dalam upaya mewujudkan kualitas penyajian informasi pameran tetap bagi museum-museum yang akan melakukan revitalisasi fisik agar proses-proses dalam pelaksanaan penyajian dapat terlaksana dengan baik. Agar informasi tentang koleksi tersebut berkualitas dan dapat memberi makna kepada pengunjung maka sebelum koleksi itu disajikan di ruang pamer sebaiknya perlu dilakukan kajian terlebih dahulu.


1.3. Sasaran

Kajian terhadap informasi koleksi dimulai sejak koleksi itu masuk ke museum. Informasi yang melekat pada koleksi itu masih mentah, yakni masih berupa informasi fisik. Tahap selanjutnya informasi tersebut akan diolah oleh kurator dan peneliti mulai dari daerah penemuan atau asal koleksi, pencarian dokumentasi koleksi sebelum masuk ke museum, hingga penelitian bahan dan unsur kimia dalam koleksi. Selanjutnya hasil penelitian itu akan didokumentasikan oleh pekerja museum yang ahli dalam bidang komputasi atau basis data. Pendokumentasian ini diawasi oleh manajer koleksi. Dokumentasi ini juga melibatkan konservator yang harus mengetahui umur atau catatan lain tentang koleksi. Dokumentasi tadi dievaluasi dan diberikan pada penulis dan presenter. Saat informasi tersebut sudah didokumentasikan, maka akan kembali diteliti oleh kurator dan peneliti untuk menuliskan segala informasi terkait dengan koleksi yang kemudian dievaluasi oleh pihak manajemen museum. Apabila informasi mengenai koleksi terlalu banyak, maka pihak manajemen dapat memotongnya, atau apabila informasi koleksi tidak sejalan dengan tema besar museum, pihak manajemen dapat membatalkan untuk memamerkan koleksi tersebut. Dalam tahap keempat ini museum dapat membuat semacam uji coba kelayakan informasi yang ditampilkan dalam pameran yang langsung melibatkan beberapa ahli. Pada tahap akhir, informasi yang telah terpilih akan dipamerkan bersamaan dengan koleksi. Namun sebelumnya pihak museum harus menentukan target dari informasi tersebut, karena orang yang berbeda, pada saat yang berbeda, memerlukan tipe informasi yang berbeda-beda pula.

Bila kajian terhadap informasi sudah dilakukan maka pada tahap selanjutnya, informasi tersebut dapat dituangkan dalam berbagai bentuk, misalnya label, audio, video dan komputer multimedia. Informasi hendaknya juga disampaikan dalam dua bahasa. Berbagai bentuk penyampaian informasi ini memiliki kelebihan dan kelemahan, namun label dinilai lebih efektif karena memiliki keuntungan lebih murah, mudah digunakan oleh banyak orang dalam waktu bersamaan, dan lebih cepat digunakan. Label yang dicetak pun memiliki keuntungan dapat dibentuk lebih indah dengan memilih tipografi yang indah.


1.4. Keluaran

Keluaran dari kegiatan ini adalah acuan penataan ruang bagi konsultan perencana yang akan melakukan penyiapan dokumen perencanaan fisik dan penataan interior ruang tata pameran tetap museum-museum yang direvitalisasi di tahun 2011. Manfaat dengan adanya naskah konsep penyajian bagi 30 museum yang akan direvitalisasi ini diharapkan :

  1. Terciptanya mutu sajian dan kualitas informasi yang dapat memberi nilai pembelajaran bagi pengunjung melalui tata pamernya
  2. Terciptanya ruang pameran tetap dengan alur yang jelas.


1.5. Tahapan Kegiatan

Secara garis besar ruang lingkup kegiatan, dapat diuraikan sebagai berikut :

  1. mengumpulkan dan mengkaji dokumen pra-rancangan umum yang telah diajukan oleh 30 museum yang akan melakukan revitalisasi fisik pada tahun 2011 ini.
  2. Mengelompokkan usulan dokumen pra rancangan 30 museum berdasarkan bobot dan variabel pekerjaan revitalisasi fisik yang akan dilaksanakan dan peninjauan lapangan dalam upaya menemukenali potensi dan permasalahan.
  3. Mengkonsolidasikan berbagai input, gagasan dan konsep tentang penyajian museum dengan melibatkan masyarakat, pemerintah daerah.
  4. Melakukan analisa, kajian dan perumusan pemecahan permasalahan dalam meningkatkan mutu sajian pameran tetap.
  5. Menyusun dokumen konsep penyajian pameran tetap sebagai acuan bagi konsultan perencana pada 30 museum yang akan melakukan revitalisasi.


1.6. Ruang Lingkup Kegiatan

Dalam pembuatan pedoman, Kerangka Kerja Logis merupakan alat utama dalam menelaah, menyusun strategi, rencana kegiatan dan lain sebagainya. Untuk itu dirasa perlu untuk melampirkan Kerangka Kerja Logis dalam ruang lingkup kegiatan. Keluaran dari kegiatan ini adalah naskah atau pedoman yang akan diacu bagi konsultan perencana dalam merancang tata pamer museum yang akan direvitalisasi.

(Lihat Bagian 2)


Tanggapan

  1. Dimana buku ini dapat diperoleh? 🙂

    • Buku ini tidak dijual, bisa diperoleh di Direktorat Permuseuman di Jakarta dengan membawa surat pengantar, demikian info dari saya.

  2. saya perlu bahan untuk materi thesis saya, dgn membawa surat penelitian dari kampus, bisa saya mendapatkan buku ini?
    terima kasih.

  3. Bagaimana saya bisa mendapatkan buku ini utk skripsi saya_
    terima kasih

    • Coba hubungi Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Gedung E lantai 11, Kemdikbud, Jl Jendral Sudirman, Jakarta Pusat

  4. Membaca kembali materi-materi konsep penyajian koleksi


Tinggalkan komentar

Kategori